25 Sep 2023

  |    1 Agustus: Penampahan Galungan     |    2 Agustus: Hari Raya Galungan     |    5 Agustus: Hari Dharma Wanita Nasional     |    10 Agustus: Hari Veteran Nasional dan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional     |    12 Agustus: Hari Raya Kuningan     |    14 Agustus: Hari Pramuka (Praja Muda Karana)     |    17 Agustus: Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia     |    18 Agustus: Hari Konstitusi Republik Indonesia dan Hari Bhatara Sri     |    19 Agustus: Hari Departemen Luar Negeri Indonesia     |    20 Agustus: Hari Radio Nasional     |    21 Agustus: Hari Maritim Nasional     |    24 Agustus: Hari Ulang Tahun TVRI dan Hari Jakarta Membaca  

Live Streaming Radio KARIMATA FM

DINAMIKA MADURA (05.00-09.00)

Program Acara

Jam: 05:00:00  -  09:00:00

Senin, 25 September 2023

Melli Febrian

Melli Febrian

Trending News

Oleh : K.H Musleh Adnan  

Setelah orang nomor satu di Pamekasan terjerat kasus suap, kabar terbaru head-line Radar Madura (Jawa Pos) mewartakan, kini dituntut hukuman 4 Tahun Penjara serta hak politiknya dicabut. Setelah sebelumnya, menyusul calon kontestan Pilkada Pamekasan ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana bagi hasil pengelolaan minyak dan gas, BUMD Sumenep, PT Wira Usaha Sumekar. Usai ditetapkan sebagai tersangka, yang bersangkutan langsung dijebloskan ke rumah tahanan Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin 4 Desember 2017 (Kompas.com).

Ibarat sebuah penyakit, tumor ganas korupsi ini tentu ada penyebabnya. Kita mestilah cermat mendiagnosisnya agar upaya menyembuhkan dan menakar obat yang akan diberikan benar-benar tepat sasaran. Tak hanya itu, akar penyakit ini juga harus diketahui pasti agar korupsi bisa dicerabut dan tidak ‘kambuh’ kembali.

Secara singkat, Kartini Kartono mendefinisikan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi dengan cara merugikan kepentingan umum dan negara. Menurutnya, secara umum faktor penyebab terjadinya korupsi adalah faktor politik, hukum dan ekonomi. Sementara itu, buku “Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi” (ICW:2000) mengidentifikasi empat faktor penyebab terjadinya korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.

Lebih spesifik, Yamamah mengemukakan bahwa pemicu korupsi adalah sikap dan pola pikir koruptor dalam masyarakat yang materialistik dan konsumtif serta sistem politik yang “mendewakan” materi. Ia melihat bahwa kombinasi hal-hal tersebut dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi. Jika asumsi ini benar, maka hampir dapat dipastikan seluruh pejabat berpotensi (terpaksa) korupsi begitu memiliki jabatan.

Di Indonesia, lengsernya mantan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 membuka babak baru bernama era reformasi di mana demokrasi diupayakan benar-benar dijalankan; pemimpin dan wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat. Sekilas ini mengesankan bahwa menjadi pemimpin di era reformasi tampak lebih mudah dibanding pada masa Orde Baru. Siapapun bisa mencalonkan diri sebagai pemimpin dengan ukuran kelayakan pada aspek formal saja (ijazah dan persyaratan administratif yang lain), sehingga aspek moral ‘luput’ dari perhitungan.

Adalah hal lazim dan bukan merupakan hal baru jika pada pelaksanaan Pilpres, Pilgub, Pilkada dan ajang serupa lain, para calon tidaklah adu kwalitas, akan tetapi adu kekuatan dana. Masyarakatpun menjadi terbiasa dan manja sehingga enggan memilih calon pemimpin yang tak punya uang walau memiliki visi dan misi yang bagus. Kondisi seperti ini tak lain adalah bom waktu; bila pemenang kontestan sudah resmi menjabat, maka yang bersangkutan akan berpikir cara mengembalikan dana—modal—yang telah dikeluarkan selama turun lapangan dalam rangka sosialisasi dan kampanye.

Tak bisa dielakkan lagi, korupsipun akan menjadi kelumrahan yang tak semestinya. Kemudian, cepat atau lambat, bangkai yang disimpan serapat dan serapi mungkin tersebut akan tercium baunya. Ketika hal nahas ini terjadi, maka menjadi pesakitan di ke hotel Prodeo (Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan) adalah epiose lanjutan yang dengan mudah dapat ditebak ending-nya.

Dalam literatur agama, dinyatakan bahwa kepala negara (pemimpin) bagaikan kalbu dalam anatomi tubuh; aktivitas seluruh sistem metabolisme akan menjadi baik dengan kondisinya yang juga baik dan begitu juga sebaliknya. Ia adalah penegak dari segala yang roboh, pelurus segala yang bengkok, kekuatan bagi yang lemah, tempat berlindung bagi semua yang ketakutan serta pejuang keadilan bagi siapapun yang teraniaya (lihat: Membumikan Al-Qur’an jilid 2 karya M. Quraish Shihab, MA hal 790).

Sementara itu, Ali bin Thalib RA mengemukakan lima penyakit yang harus dihindari oleh setiap setiap manusia, terlebih seorang pemimpin :

  1. Puas pada kemampuan intelektual yang dimiliki sehingga malas belajar (القناعة بالجهل).
  2. Tamak kepada dunia sehingga tidak mensyukuri yang ada (والحرص على الدنيا).
  3. Kikir (والشح بالفضل).
  4. Selalu ingin dipuji dalam setiap pekerjaan (والرياء في العمل).
  5. Mempertahankan pendapat sendiri dan tidak mengindahkan pendapat orang lain/sombong (والإعجاب بالرأي).

Tulisan ini tidak sama sekali bermaksud menggurui para pejabat dan atau calon pejabat. Ia semata-mata mewakili curahan bahkan jeritan hati terdalam warga Pamekasan yang, walaupun tidak turut melakukan kesalahan, ‘ikut’ mendapat sanksi sosial dan beban moral.

Dalam konteks ini, warga Pamekasan tentu berharap agar kasus korupsi tidak terulang kembali di Pamekasan. Kamipun begitu mendamba dan mengharap sosok pemimpin yang dipilih rakyat bukan karena menabur uang (money politics), akan tetapi karena memang layak dan profesional.

Tulisan ini saya tutup dengan sabda Nabi Muhammad Saw mengenai rambu-rambu calon pemimpin berikut ini:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ لِيْ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُوتِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُوتِيتَهَا مِنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Dari Abdurrahman bin Samurah dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan karena sesungguhnya jika diberikan jabatan itu kepadamu dengan sebab permintaan(mu), pasti jabatan itu (sepenuhnya) akan diserahkan kepadamu (tanpa pertolongan dari Allâh). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu bukan dengan permintaan, pasti kamu akan ditolong (oleh Allâh Azza wa Jalla) dalam melaksanakan jabatan itu. ”. (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (6622, 6722, 7146, & 7147) dan Muslim (1652) dan Abu Dâwud (2929 dan 3277) dan Tirmidzi (1529) dan an-Nasâ-i (5384 dan 3782, 3783, 3784


MITRA USAHA

Puder-38
NUVO-ACTIVE-5
NUVO-ACTIVE-6
NUVO-CORONA-1
HERS-PROTEX-BIRU
BABY-HAPPY
MIE-SUKSES
GIV-HIJAB-2
MILKU-1
KECAP-SEDAP
SO-YUMIE
OLALA-JELY-DRINK
DOWNY-ANTI-APEK-DOBLE-GOPEK
CIPTADENT-SIKAT-GIGI-88-LUBANG
AXIS-PAKET-KUOTA-DISC-50
MIE-SEDAP-SALERO-PADANG
MIE-SEDAP-AYAM-BAWANG
INDIHOME
RUMAH-MEUBEL
Mau Pasang Iklan?

Latest News

1

Pasien Meninggal Dunia di Toilet, Begini Penjelasan Humas RSUD Sampang

2

Disbudporapar Sumenep Targetkan PAD 780 Juta di Sektor Wisata

3

Pemerintah Wacanakan Larangan Haji Lebih Dari 1 Kali, Simak Penjelasan Kemenag Pamekasan

4

Pawai Karnaval di Proppo Pamekasan, Petugas Lakukan Pengalihan Lalu Lintas